Selasa, 27 Desember 2011

Perilaku Abnormal

KONSEP NORMAL-ABNORMAL

NORMAL
*      WHO
keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial.
*      Karl Meninger
kesehatan mental adalah penyesuaian manusia thd dunia dan satu sama lain dengan keefektifan dan kebahagiaan yang maksimum. Ia bukan hanya berupa efesiensi atau hanya perasaan puas atau keluwesan dalam mematuhi aturan permainan dengan riang hati
*      HB. English, kesehatan mental
keadaan dimana sang pribadi,menunjukkan penyesuaian atau mengalami aktualisasi atau realisasi diri

CIRI-CIRI PRIBADI SEHAT NORMAL
  Sikap terhadap diri sendiri
  Persepsi terhadap realitas
  Integrasi
  Kompetensi
  Otonomi
  Pertumbuhan aktualisasi
Kepribadian yang sehat :
  1. Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
  2. Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
  3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.
  4. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
  5. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
  6. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak)
  7. Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
  8. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.
  9. Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
  10. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
  11. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi) acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang)

PENGERTIAN ABNORMAL
Orang yang dianggap normal biasanya menampilkan perilaku-perilaku yang dianggap benar. Perilaku yang kurang tepat (misbehavior) kerap dianggap tidak normal.
Model-model perilaku abnormal :
*      Perspektif biologis
Seorang dokter Jerman, Wilhelm Griesinger (1817-1868) menyatakan bahwa perilaku abnormal berakar pada penyakit di otak. Pandangan ini cukup memengaruhi dokter Jerman lainnya, seperti Emil Kraepelin (1856-1926) yang menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri pada tahun 1883. Ia meyakini bahwa gangguan mental berhubungan dengan penyakit fisik. Memang tidak semua orang yang mengadopsi model medis ini meyakini bahwa setiap pola perilaku abnormal merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka mempertahankan keyakinan bahwa pola perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan dengan penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat dikonseptualisasikan sebagai simtom-simtom dari gangguan yang mendasarinya.
*      Perspektif psikologis
Sigmund Freud, seorang dokter muda Austria (1856-1939) berpikir bahwa penyebab perilaku abnormal terletak pada interaksi antara kekuatan-kekuatan di dalam pikiran bawah sadar. Model yang dikenal sebagai model psikodinamika ini merupakan model psikologis utama yang pertama membahas mengenai perilaku abnormal.
*      Perspektif sosiokultural
Pandangan ini meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan konteks-konteks sosial yang lebih luas di mana suatu perilaku muncul untuk memahami akar dari perilaku abnormal. Penyebab perilaku abnormal dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya. Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat, seperti kemiskinan, perpecahan sosial, diskriminasi ras, gender, gaya hidup, dan sebagainya.
*      Perspektif biopsikososial
Pandangan ini meyakini bahwa perilaku abnormal terlalu kompleks untuk dapat dipahami hanya dari salah satu model atau perspektif. Mereka mendukung pandangan bahwa perilaku abnormal dapat dipahami dengan paling baik bila memperhitungkan interaksi antara berbagai macam penyebab yang mewakili bidang biologis, psikologis, dan sosiokultural.
Menutut Coleman (dalam Mengenal Perilaku Abnormal, Dr. A. Supratinka), setidaknya ada lima ciri perilaku abnormal:
1.      Penyimpangan dari norma-norma statistic
Ketika ada perilaku yang berada diluar norma-norma kurva statsitik yang normal, maka itu bisa disebut perilaku abnormal. Misal: normalnya, setiap tahunnya, jika semakin banyak orang yang mengikuti ritual-ritual keagamaan tertentu, maka semakin banyak pula orang yang “taubat”, baik, sholeh, dan berprilaku baik. Tapi malah, kenyataannya tidak demikian. Maka ini bisa kita sebut perilaku abnormal. Dan, apakah perilaku Bugil Depan Kamera termasuk pada kategori ini?
2.      Penyimpangan dari norma-norma social
Inti pentingnya adalah: apa saja yang umum, berarti itu normal secara social. Sehingga ketika ada perilaku yang dinilai tidak umum (dalam pandangan suatu masyarakat) maka itu bisa disebut perilaku abnormal. Ketika dalam masyarakat Indonesia perilaku Bugil Depan Kamera masih sangat dianggap tabu (dan bahkan sangat memalukan) maka bisa disimpulkan bahwa perilaku ini abnormal secara social.
3.      Gejala “salah suai” (maladjustment)
Abnormalitas dipandang sebagai: ketidakefektifan individu dalam menghadapi, menanggapi dan melaksanakan tuntutan-tuntutan dari lingkungan fisik sosialnya. Sehingga ketidakmampuan perilaku menyesuaikan, bisa disebut perilaku abnormal. Menyesuaikan disini bukan berarti kita harus selalu mengikuti perkembangan dan perubahan dengan bebas, tetapi harus dengan tepat guna. Penggunaan kamera HP dan kamera digital yang tidak sesuai dengan fungsinya yang baik, maka bisa dikategorikan maladaptive atau abnormal.
4.      Tekanan batin
lebih bersifat kedalam jiwa manusia. Seperti perasaan-perasaan: cemas, sedih, depresi, rasa bersalah yang mendalam. Jika setelah melakukan perbuatan bugil depan kamera ada perasaan seperti yang disebutkan diatas, maka sudah pasti perilaku ini abnormal.
5.      Ketidakmatangan
Rumus besarnya begini: ketika perilaku seseorang, tidak sesuai dengan tingkat usia sebenarnya, dan atau tidak selaras dengan situasinya, maka perilaku tersebut bisa dikatakan perilaku abnormal. Mungkin akan sangat wajar ketika kita melihat bayi atau seorang anak kecil yang difoto tanpa mengenakan busana sehelai pun. Atau ketika kita melihat rekaman video yang didalamnya ada anak-anak atau bayi yang berkelakuan lucu ketika tanpa pakain. Tapi, ketika itu dilakukan oleh orang dewasa, maka bisa dikatakan itu perilaku yang tidak matang pada usianya, sehingga bisa dikatakan abnormal.
Kepribadian yang tidak sehat :
  1. Mudah marah (tersinggung)
  2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
  3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
  4. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
  5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
  6. Kebiasaan berbohong
  7. Hiperaktif
  8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
  9. Senang mengkritik/ mencemooh orang lain
  10. Sulit tidur
  11. Kurang memiliki rasa tanggung jawab
  12. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)
  13. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
  14. Pesimis dalam menghadapi kehidupan
  15. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan

ISTILAH2 PERILAKU ABNORMAL
  Perilaku Maladaptif
  Gangguan mental
  Psikopatologi
  Gangguan perilaku
  Penyakit mental / jiwa
  Ketidakwarasan



JENIS GANGGUAN NEUROTIK
*      GANGGUAN KECEMASAN
*      GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
*      GANGGUAN FOBIA

GANGGUAN SOMATOFORM
*      HIPOKONDRIASIS
GANGGUAN SAKIT PSIKOGENETIK
GANGGUAN DISOSIATIF
KEPRIBADIAN GANDA
GANGGUAN DEPERSONALISASI

Pemeriksaan Neurologis Fungsi Cerebral

Pemeriksaan Neurologis Fungsi Cerebral

oleh: Nenk(lenterabiru)
Glasgow Coma Scale.Penilaian :

* Refleks Membuka Mata (E)
4 : membuka secara spontan
3 : membuka dengan rangsangan suara
2 : membuka dengan rangsangan nyeri
1 : tidak ada respon

* Refleks Verbal (V)
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan
3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : tidak ada respon

* Refleks Motorik (M)
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi.
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada respon

cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = compos mentis pasti GCSnya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCSnya 3 (1-1-1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya 4-X-6.Atau bila tetra parese sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun. Atau jika ditotal skor GCS dapat diklasifikasikan :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma
Derajat Kesadaran
- Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi
- Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang.
- Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
- Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh menghindari tusukan).
- Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.
Kualitas Kesadaran
- Compos mentis : bereaksi secara adekuat
- Abstensia drowsy / kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
- Bingung / confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu.
- Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan pikirannya.
- Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa.
Gangguan fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi.
Pengkajian position mental / kesadaran meliputi : GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.

Komunikasi Umum



I.         PENDAHULUAN

A.   Pengertian Komunikasi


Istilah komunikasi berasal dari kata Latin Communicare atau Communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Kalau kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut menjadi miliknya.

Beberapa definisi komunikasi :
1.    Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau
informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
2.   Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain (Davis, 1981).
3.   Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain
(Schram,W)


Komunikasi Organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu  organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.


Tujuan komunikasi dalam proses organisasi tidak lain dalam rangka membentuk saling pengertian (mutual undestanding) . Pendek kata agar terjadi penyetaraan dalam kerangka referensi, maupun dalam pengalaman.



B.   Jenis Komunikasi Organisasi

Komunikasi terbagi atas beberapa bagian yaitu :


Ø KOMUNIKASI INTERNAL
Adalah komunikasi yang terjadi dalam organisasi itu sendiri. Misalnya, Pertukaran gagasan di antara para administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan, dalam struktur lengkap yang khas disertai pertukaran gagasan secara horisontal dan vertikal di dalam perusahaan, sehingga pekerjaan berjalan [operasi dan manajemen].


Ø KOMUNIKASI VERTIKAL
Komunikasi dari pimpinan ke staff, dan dari staf ke pimpinan dengan cara timbal balik [two way traffic communication].
” Downward Communication “ komunikasi atas ke bawah. Contoh pimpinan memberikan instruksi, petunjuk, informasi, penjelasan, perintah, pengumuman, rapat, majalah intern.
” Upward communication ”dari bawah ke atas. Contoh staf memberikan laporan, saran-saran, pengaduan, kritikan, kotak saran, dsb kepada pimpinan.


Ø KOMUNIKASI HORISONTAL
komunikasi mendatar, antara anggota staf dengan anggota staf. Berlangsung tidak formal, lain dengan komunikasi vertikal yang formal. Komunikasi terjadi tidak dalam suasana kerja ! employee relation dan sering timbul rumours, grapevine, gossip.


Ø KOMUNIKASI DIAGONAL [CROSS COMMUNICATION]
Komunikasi antara pimpinan seksi/bagian dengan pegawai seksi/bagian lain.


Ø KOMUNIKASI EKSTERNAL
Komunikasi antara pimpinan organisasi [perusahaan] dengan khalayak audience di luar organisasi.







C.    Tujuan Komunikasi

1.    Mempelajari atau mengajarkan sesuatu
2.   Mempengaruhi perilaku seseorang
3.   Mengungkapkan perasaan
4.   Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain
5.   Berhubungan dengan orang lain
6.   Menyelesaian sebuah masalah
7.   Mencapai sebuah tujuan
8.   Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik
9.   Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orng lain

D.  Hambatan –Hambatan Dalam Komunikasi Organisasi

1.    Tidak ada tujuan kumunikasi yang jelas.
2.   Problem sikap dan persepsi
3.   Pemilihan bentuk dan media kurang tepat
4.   Lingkunagn organisasi yang tidak mendukung
5.   Menahan sebagian nformasi yang di perlukan
6.   Problem bahasa pengantar
7.   Kesamaan penafsiran.
















II.     PEMBAHASAN POKOK MASALAH


TIDAK ADA TUJUAN KOMUNIKASI YANG JELAS DALAM KAWASAN KAMPUS KEPERAWATAN TIDUNG

        Proses suatu komunikasi terutama didalam sebuah satu organisasi fakultas sangatlah penting diperhatikan, karena suatu komunikasi akan terganggu bila “sender” pengirim pesan tidak jelas, atau pesan yang diterima dari orang lain (orang kedua) tidak jelas. Komunikasi yang seperti ini disebut dengan “diskulifikasi” yaitu kalimat yang tidak lengkap, tidak konsisten, salah pengertian yang mampu menggangu suatu keberadaan organisasi bahkan mampu merusak citra nama baik yang telah dibangun dalam satu organisasi.
        Contoh-contoh tidak adanya tujuan komunikasi yang  jelas dalam kawasan kampus keperawatan tidung,antara lain :

A.  Pendaftaran
Pada saat pendaftaran kurangnya informasi yang jelas dan banyaknya mahasiswa baru yang kurang tahu bagaimana cara pendaftaran yang benar dari pihak kampus sehingga menimbulkan persepsi yang salah pada mahasiswa baru.

B.   Masa PPS
Terjadinya kesalah pahaman antara senior dan maba terutama  pada saat Pra-PPS dikarenakan waktu yang ditentukan pada papan pengumuman  tidak sama dengan waktu yang telah ditentukan oleh senior, sehingga menyebabkan banyaknya mahasiswa baru yang menjadi korban hukuman senior.

C.  Sistem ajar
Kurangnya informasi yang didapat mahasiswa baru tentang pengisian KRS sehingga membuat mahasiswa menjadi bingung sendiri. Dan juga kurangnya pengetahuan awal masuk kampus pada maba tentang aturan roster mata pelajaran dan system ajar pada mahasiswa baru.


III.    PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Komunikasi dirumuskan sebagai suatu proses penyampaian pesan/informasi diantara beberapa orang. Karenanya komunikasi  melibatkan  seorang pengirim, pesan/informasi saluran dan penerima pesan yang mungkin juga memberikan umpan balik kepada pengirim untuk menyatakan bahwa pesan telah diterima. Komunikasi adalah suatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Dalam berkomunikasi seseorang harus memiliki dasar sebagai berikut; niat, minat, pandangan, lekat, libat. Dalam proses komunikasi kita juga harus ingat bahwa ada hambatan yaitu baik dari pengirim, saluran, penerima  dan umpan balik serta hambatan  fisik  dan psikologis.
Tujuan komunikasi adalah  berhubungan  dan mengajak dengan orang lain untuk mengerti apa yang kita sampaikan  dalam mencapai tujuan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan dalam bekerja sama dengan orang lain.


B.   SARAN

Seharusnya dalam memberikan informasi harus lebih rinci agar penerima pesan atau mahasiswa bisa lebih mengerti dengan pesan yang disampaikan dan juga para pemimpin atau yang lebih paham tentang keadaan kampus harusnya lebih memperhatikan aspek- aspek komunikasi guna kelancaran proses komunikasi antara satu dengan yang lainnya.